Sabtu, 15 Juli 2017

DUA SETENGAH HARI




Semua hal ada masanya.

Ya. Dalam sebuah kehidupan, orang akan silih berganti mengisi kekosongan diri. Ada yang bertahan meraba hati, ada juga yang pergi membawa sunyi. Ada yang memberi kesan, ada juga yang hilang tak beralasan. Ada yang memberi manfaat, ada juga yang berguna tapi tidak berisyarat.
.
Bapak Isnurul. Ya. Itu nama asumsinya. Seorang lelaki yang mulai menjumpai masa tuanya dengan banyak cerita. Aku mengenalnya secara singkat dalam dua setengah hari.Ya. Hanya dua setengah hari.
Suatu hari beliau mengajarkanku beberapa pengalaman hidup yang mungkin belakangan mulai kusadari manfaatnya. Beliau berkata bahwa hidup adalah sebuah proses untuk menempa, bukan malah bermanja. Permasalahan dan kebahagiaan yang datang hanyalah aksesoris ringan. Waktu akan membuatnya tampak asing kemudian. Kita bisa saja melampaui apa yang kita minta dengan hanya percaya pada potensi yang ada. Beliau adalah contoh nyata dari keseriusannya. Keseriusan untuk mengejar mimpi dengan keseluruhan potensi.
.
Selebihnya, dua setengah hari bukanlah waktu yang cukup bagi dua insan asing untuk saling mengenal. Tapi, dalam kisah ini semua berbeda.
Dua setengah hari bisa saja menjadi sebuah masa dimana dua insan penuh tanya di-akrabkan oleh kebiasaan saling sapa.
Dua setengah hari bisa saja menjadi sebuah kesempatan dimana dua pribadi ungul mimpi bisa duduk bersama membahas hidupnya.
Dan, dua setengah hari bisa saja menjadi sebuah ketentuan Tuhan yang mungkin tidak beralasan.
Aku selalu berpikir, bahwa sosok Ayah kandung adalah yang terbaik dari segalanya.
Iya, memang.
Tapi, beliau mengubah persepsi itu. Menunjukan bahwa di luar sana masih banyak hal yang perlu aku rasa.
Sedih dan bangga selalu menggebu bersama ketika aku mengingatnya.
Pada akhirnya, kepeduliannya mengharuskanku menyebutnya sebagai keluarga. Pengganti Ayah untuk dua setengah harinya.
Panggil aja pakde boleh, om boleh, bahkan bapak pun boleh. Senyamannya kamu" katanya.
Semoga suatu hari kita bisa dipertemukan lagi, atas dasar ketentuan Sang Ilahi. Amin.





Jumat, 14 Juli 2017

MENCINTA DAN DICINTA



Pernakah kamu mendengar sebuah dongeng yang berakhir bahagia.
Sebab apa? Kok bisa?
Ya. Pada akhirnya, kamu akan mengerti bahwa mereka berakhir bahagia karna kisahnya selalu dipenuhi cinta, dan hasrat untuk memanjakan rasa.
Pun, hal ini bisa dengan mudah kita temukan dalam sebuah makna keluarga.
Kenapa? Karna hanya dalam keluarga-lah kasih sayang dan kepedulian bisa melahirkan rasa nyaman. Nyaman untuk bersama, nyaman untuk bahagia.
.
Dalam sebuah keluarga, mencinta bukanlah suatu paksaan dan dicinta bukanlah suatu kebetulan.
Sehingga, kebahagian yang sesekali datang adalah perwudan dari pembiasaan. Pembiasan untuk saling menabur cinta satu ke lainnya.
.
Tadinya Aku sempat berfikir, bahwa keluarga bahagia adalah koefisiensi dari nama Ayah, Ibu, dan Anak. Mereka saling mencintai satu sama lain, melawan segala keterbatasan dengan saling memberi rasa aman dan nyaman.
Tapi, pertanyaan akan muncul saat kita menyadari bahwa sebuah keluarga tidak utuh lagi. Entah itu kehilangan sesosok Ayah misalnya.
Lalu apa kesimpulanmu? Apakah keluarga itu tidak akan lagi merasakan bahagia? Tidak akan pernah?
Salah. Keluarga itu justru akan menjadi lebih bahagia dan kuat tentunya.
Alasan apa yang mendasarinya? Kehilangan satu sosok yang sangat dibanggakan memang menyedihkan, apalagi sosok itu mengambil pentingnya peranan.
Tapi, itu bukan berarti semua cita-cita dan rasa cinta dibawa habis olehnya. Sedangkan, di sisi lain masih ada sosok Ibu yang rela berjuang dan Anak yang siap membanggakan. Kolaborasi ini akan membiasakan kita untuk bersikap tegar, terbiasa, dan dewasa.
Karna kadang, kedewasaan akan muncul saat keadaan menekan.
Ya. Keadaan mengajak kita untuk belajar meng-IKHLAS-kan yang sudah ditakdirkan.
Hal inilah yang -sebenarnya- menjadi inti dari sebuah keluarga. Saling menguatkan demi kasih sayang. Saling mengikhlaskan demi kebaikan.
Disinilah pentingnya dukungan.
Life must go on. Pernah mendengarnya?
Hidup ini adalah sebuah film utuh. Bukan hanya potongan gambar.
Belajarlah menerima sikap Tuhan yang berusaha mendewasakanmu dengan cara yang bahkan hambanya-pun tidak tau.
Mencinta dan dicinta ; Keluarga.
Selamat berbahagia untuk kamu dan keluarga